Berikut beberapa klasifikasi dyspepsia:
Dyspepsia akut sering dikaitkan dengan konsumsi makanan alkohol dan merokok.
Gejala umum dyspepsia meliputi perut kembung, mual dan terasa penuh
Beberapa gejala lain yang tidak spesifik dialami saat dyspepsia meliputi:
Perut kembung yang dirasakan pada pasien dyspepsia disebabkan oleh peningkatan asam lambung bukan karena luka pada lambung.
Copyright www.halodoc.com
Copyright www.pngtree.com
Dalam rokok terdapat kandungan asam nikotinat atau nikotin, hal tersebut dapat meningkatkan adhesi thrombus yang berkontriubusi pada penyempitan pembulu darah sehinggga dapat mengakibatkan suplai darah ke lambung mengalami penurunan. Penurunan tersebut dapat berdampak pada penurunan produksi mucus dimana fungsinya untuk melindungi lambung dari iritasi.
Stress dapat berpotensi terkena sakit dyspepsia, karena stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik, dimana hal tersebut dapat merangsang peningkatan produksi asam lambung.
Dyspepsia lebih rentan terjadi pada wanita dibandingkan pria, hal ini dapat disebabkan karena faktor gaya hidup seperti pola makan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi. Faktor sosial-ekonomi yang rendah sehingga Wanita harus bekerja dan tingkat stress meningkat.
Usia rentan yang terserang sakit dyspepsia yaitu pada usia produksif, dikarenakan tingkat kesibukan, gaya hidup yang kurang memperhatikan kesehatan dan stress yang mudah terjadi.
Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya dyspepsia, yaitu:
Dyspepsia terjadi disebabkan olehpeningkatan sekresi asam lambung, yang mana ion H+ merupakan suatu susunan utama pada adam lambung yang diproduksi oleh sel pariental lambung dengan adanya bantuan enzim Na+/K+ ATPase. Peningkatan H+ yang tidak diikuti oleh peningkatan penangkal seperti prostagladine, HCO3+, lender akan menyebabkan lapisan mukosa lambung terkikis sehingga reaksi inflamsi terjadi. Peningkatan asam lambung dapat merangsang serabut aferen nervus vagus yang menuju ke medulla oblongata melalui kemoreseptor dimana banyak mengandung neurotransmitter epinefrin dan serotine, sehingga lambung akan teraktivasi oleh rasa mual dan muntah.
Komplikasi yang berhubungan dengan penyakit dyspepsia antara lain:
Penyakit dyspepsia dapat diterapi dengan cara swamedikasi. Swamedikasi merupakan upaya masyarakat dalam mengobati diri sendiri dimana pemilihan dan penggunaan obat terhadsap penyakit dan gejala menggunakan obat-obat bebas, bebas terbatas, serta aman digunakan. Swamedikasi pada dyspepsia biasanya dilakukan untuk penyakit dyspepsia akut ringan. Dyspepsia kronik tidak dapat diobati secara swamedikasi karena pada dyspepsia kronik dibutuhan obat resep dokter.
Dyspepsia akut ringan perlu dirujuk ke dokter apabila tidak menunjukkan perbaikan setelah 2 minggu pengobatan mandiri.
Pedoman swamedikasi pada dyspepsia dapat dilihat pada algoritma dibawah ini
Gambar 1. Algoritma Swamedikasi Dyspepsia
KONDISI PENGECUALIAN SWAMEDIKASI |
|
Gambar 2 kondisi pengecualian swamedikasi dyspepsia
Mempunyai kemampuan menetralkan asam lambung yang meningkat. Antasida dapat mengurangi gejala-gejala seperti rasa nyeri pada lambung, nyeri ulu hati, rasa penuh pada lambung, kembung dan mual (ISO, 2014) sehingga dapat menetralkan asam lambung karena terbentuknya garam dan air.
Menurut Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Terbatas (Depkes, 2006). Hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan obat antasida yaitu:
2. Antagonis reseptor H2
Ranitidine
Copyright www.apotek24jam.id
simetidine
copyright www.medigoapp.com
Contoh obat dyspepsia golongan H2 bloker adalah ranitidine dan simetidine.
Ranitidine berufungsi mengurangi sekresi asam lambung sebagai akibat hambatan reseptor h2. Obat ini menghambat sekresi asam lambung pada malam hari karena keterkaitan dengan histamin. Mekanisme kerja obat ini yaitu dengan cara menempati reseptor histamin h2 secara selektif dipermukaan sel-sel pariental sehingga sekresi asam lambung dan pepsin dapat dikurangi.
Obat dyspepsia golongan H2 blocker biasanya digunakan saat terjadi serangan dyspepsia atau 1 jam sebelum gejala muncul.
Obat H2 blocker hanya diberikan pada gejala dyspepsia ringan hingga sedang dengan kriteria frekuensi kejadian serangan episodik dan jarang.
Untuk dyspepsia dengan kriteria frekuensi > 2 hari dalam seminggu tidak dapat diobati dengan obat golongan H2 blocker
Obat golongan H2 boclekr tidak dapat diberikan lebih dari 14 hari
Cara penggunakan obat ranitidine menurut ISO, 24
3. Golongan proton Pump Inhibitor
Omeprazole
Copyright www.dailychemist.com
Golongan obat Proton Pump Inhibitor (PPI) adalah omeprazole.
Omeprazole yang mana merupakan terapi jangka pendek tukak duodenum yang tidak merespon terhadap antagonis reseptor H2. Mekanisme kerja obat ini dengan cara menghambat langsung blokadi enzim H+/K+-ATPase secara selektif dalam sel-sel pariental. Oleh sebab itu produksi asam lambung yang dipompa ke dalam lambung dihambat.
Obat omeprazole digunakan sekali sehari pada waktu 30 menit sebelum makan
Obat H2 blocker diberikan untuk dyspepsia dengan kriteria frekuensi kejadian serangan ≥ 2 hari dalam seminggu.
Obat Omeprazole tidak dapat diberikan selama lebih dari 14 hari
Penggunaan Omeprazole menurut MIMS, 2014
Penyembuhan gastritis perlu dilakukan dengan memperhatikan diet yang tepat. Tujuan diet untuk gastritis adalah menyediakan makanan bergizi yang cukup, tidak merangsang, serta mampu mengurangi produksi asam lambung dan menetralkan kelebihan asam. Menurut Misnadiarly (2009), berikut adalah pedoman yang perlu diperhatikan:
Terapi non farmakologi merupakan terapi yang digunakan untuk menyembuhkan suatu penyakit dengan cara merubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dyspepsia yaitu:
Seseorang perlu dirujuk ke dokter jika gejala dyspepsia (dyspepsia) tidak membaik selama 2 minggu pengobatan mandiri.
Kondisi yang membaik dapat dilihat dari adanya tanda perbaikan gejala yang dirasakan sudah menurun maka obat dyspepsia dapat dihentikan penggunaannya
Obat dyspepsia tidak dikonsumsi setiap hari hanya dikonsumsi saat adanya gejala saja. Jika gejala yang dirasakan tidak kunjung mereda setelah dilakukan swamedikasi, makaharus dilakukan konsultasi ke dokter medis. Kriteria dyspepsia yang harus dirujuk ke dokter adalah sebagai berikut :
Jika nyeri ulu hati ynag dirasakan disertai rasa nyeri dada, bahu, siku, dan lebih dari 2 minggu dirasakan.