Klasifikasi Derajat Keparahan Acne Vulgaris menurut Lehmann
Derajat | Kriteria |
Acne Vulgaris ringan | · Jumlah komedo tertutup dan komedo terbuka <20 buah/wajah, atau
· Jumlah lesi inflamasi (papul, nodul, pustul) <15 buah/wajah, atau · Jumlah total lesi (jumlah komedo dan lesi inflamasi) <30 buah/wajah |
Acne Vulgaris sedang | · Jumlah komedo tertutup dan komedo terbuka <20-100 buah/wajah, atau
· Jumlah lesi inflamasi (papul, nodul, pustul) <15-50 buah.wajah, atau · Jumlah total lesi (jumlah komedo dan lesi inflamasi) <30-125 buah/wajah |
Acne Vulgaris berat | · Jumlah kista >5 buah/wajah
· Jumlah komedo tertutup dan komedo terbuka >100 buah/wajah, atau · Jumlah lesi inflamasi (papul, nodul, pustul) >50 buah/wajah, atau · Jumlah total lesi (jumlah komedo dan lesi inflamasi) >125 buah/wajah |
Ada 3 tipe jenis jerawat yang sering dijumpai, yaitu komedo, jerawat biasa atau klasik, dan Cystic acne (jerawat batu atau jerawat jagung). Komedo adalah pori-pori yang tersumbat, bisa terbuka atau tertutup. Flek adalah kumpulan pigmen alami atau melanin yang berisi melanosome. Flek dapat terlihat sebagai bintik-bintik pada kulit wajah yang tidak timbul dan menyebar merata. Oleh sebab itu, komedo berbeda dengan flek. Pada kasus jerawat yang berat, lesi akan menonjol dan meninggalkan jaringan parut. Jerawat batu terjadi karena faktor genetik dimana seseorang memiliki banyak kelenjar minyak sehingga pertumbuhan sel-sel kulit tidak normal dan tidak dapat mengalami regenerasi secepat kulit normal.
Insiden jerawat 80-100% terjadi pada usia dewasa muda yaitu umur 14-17 tahun pada wanita dan 16-19 tahun pada pria. Prevalensi tertinggi yaitu pada umur 16-17 tahun dimana pada wanita berkisar 83-85% dan pada pria berkisar 95-100%. Dari survey di kawasan Asia Tenggara terdapat 40-80% kasus jerawat. Di Indonesia, catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia menunjukkan terdapat 60% penderita jerawat pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007.
Acne secara primer merupakan penyakit yang diderita pada usia dewasa muda, dengan 85% remaja dipengaruhi oleh beberapa derajat keparahan. Jerawat sering terjadi pada kaum remaja/pubertas (usia 15-19 tahun pada wanita dan 17-21 tahun pada pria) akibat peningkatan produksi hormon seks, tetapi kadang-kadang terjadi pada anak-anak dan wanita dewasa dalam masa menstruasi. Ketika acne dimulai pada usia 8-12 tahun, komedo sebagai karakteristik utamanya mengenai bagian dahi dan pipi. Angka kejadian acne vulgaris di Indonesia diperkirakan kurang lebih 15 juta penduduk dengan usia antara 13-40 tahun.
Acne vulgaris umumnya terjadi pada usia pubertas. Pada perempuan acne vulgaris dapat menjadi tanda pertama pubertas dan dapat terjadi satu tahun sebelum menarche (haid pertama). Insiden acne vulgaris kemudian menurun seiring bertambahnya usia, namun dapat juga menetap pada usia dekade ketiga atau lebih.
Terdapat beberapa faktor utama yang berperan dalam patogenesis acne vulgaris, yaitu:
Acne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang disebut pori-pori tersumbat. Secara normal, kelenjar minyak membantu melumasi kulit dan menyingkirkan sel kulit mati. Namun, ketika kelenjar tersebut menghasilkan minyak yang berlebihan, pori-pori menjadi tersumbat oleh penumpukan kotoran dan bakteri. Penyumbatan ini disebut sebagai komedo. Pembentukan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya bahan keratin sehingga dinding folikel menjadi tipis dan menggelembung. Secara bertahap akan terjadi penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi bertambah tipis dan dilatasi. Pada waktu yang bersamaan, kelenjar sebasea menjadi atropi dan diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo yang telah terbentuk sempurna mempunyai dinding yang tipis. Komedo terbuka (blackheads) mempunyai keratin yang tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan rambut pusatnya dan jarang mengalami inflamasi kecuali bila terkena trauma. Komedo tertutup (whiteheads) mempunyai keratin yang tidak padat, lubang folikelnya sempit dan sumber timbulnya lesi yang inflamasi.
Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang bengkak dan kemudian timbul reaksi seluler pada dermis, ketika pecah seluruh isi komedo masuk ke dalam dermis yang menimbulkan reaksi lebih hebat dan terdapat sel raksasa sebagai akibat keluarnya bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri difteroid gram positif dengan bentukan khas Proprionibacterium acnes diluar dan didalam lekosit. Lesi yang nampak sebagai pustul, nodul, dengan nodul diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selanjutnya kontraksi jaringan fibrus yang terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut.
Bagan mekanisme terjadinya penyakit
Jerawat dapat timbul di muka, bahu, dada bagian atas, dan punggung bagian atas, lengan atas. Selain itu juga, tempat pembentukan jerawat terdapat di bagian dada bagian atas dan punggung disebabkan karena daerah tersebut kaya akan 114 kelenjar sebasea. Jerawat tidak timbul di lengan bawah, dada bawah, pinggang, dan tungkai bawah.
Manifestasi klinis acne dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka dan komedo tertutup), lesi inflamasi (papul dan pustul) dan lesi inflamasi dalam (nodul).
Komedo
Komedo adalah tanda awal dari acne. Sering muncul 1-2 tahun sebelum pubertas.9 Komedogenic adalah proses deskuamasi korneosit folikel dalam duktus folikel sebasea mengakibatkan terbentuknya mikrokomedo (mikroskopik komedo) yang merupakan inti dari patogenesis acne. Mikrokomedo berkembang menjadi lesi non inflamasi yaitu komedo terbuka dan komedo tertutup atau dapat juga berkembang menjadi lesi inflamasi2
Jerawat Biasa
Jerawat jenis ini mudah dikenal, tonjolan kecil berwarna pink atau kemerahan. Terjadi karena terinfeksi dengan bakteri. Bakteri ini terdapat dipermukaan kulit, dapat juga dari waslap, kuas make up, jari tangan juga telepon. Stres, hormon dan udara lembab dapat memperbesar kemungkinan infeksi jerawat karena kulit memproduksi minyak yang merupakan perkembangbiakannya bakteri berkumpul pada salah satu bagian muka.
Cystic Acne/jerawat kista (jerawat batu)
Acne yang besar dengan tonjolan-tonjolan yang meradang hebat, berkumpul diseluruh muka. Penonjolan diatas permukaan kulit berupa kantong yang berisi cairan serosa atau setengah padat atau padat. Kista jarang terjadi, bila terbentuk berdiameter bisa mencapai beberapa sentimeter. Jika diaspirasi dengan jarum besar akan didapati material kental berupa krem berwarna kuning. Lesi dapa menyatu menyebabkan terbentuknya sinus, terjadi nekrosis dan peradangan granulomatous. Keadaan ini sering disebut acne konglobata. Penderita ini biasanya juga memiliki keluarga dekat yang juga menderita acne yang serupa.
Parut jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang sudah hilang. Sering disebabkan lesi nodulokistik yang mengalami peradangan yang besar. Ada beberapa bentuk jaringan parut, antara lain:
Jaringan parut hipertrofik atau keloid, sering terdapat didada, punggung, garis rahang (jaw line) dan telinga, lebih sering ditemukan pada orang berkulit gelap
Komplikasi yang berhubungan dengan jerawat mencakup pembentukan parut dan dampak psikososial negatif.
Komplikasi akut jerawat yaitu eritema pasca inflamasi atau hiperpigmentasi. Komplikasi ini seringkali terlihat seperti jaringan parut, tetapi sebenarnya merupakan sisa proses inflamasi yang memudar seiring waktu. Pemencetan lesi dapat memperberat erupsi yang telah terjadi.
Jaringan parut sejatinya merupakan komplikasi kronik jerawat yang parah atau tidak terobati dengan baik. Risiko terbentuknya jaringan parut lebih tinggi pada jerawat yang lebih parah dan bertambah dengan pemencetan jerawat.
Terdapat beberapa faktor yang memperparah jerawat antara lain:
Pengobatan tanpa resep (swamedikasi) untuk jerawat berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat dengan suatu zat antibakteri misalnya benzoil peroksida, sulfur, asam salisilat, resorsinol dan asam alfa-hidroksi.
Benzoil peroksida 2.5-10%
Benzoil peroksida merupakan salah satu obat golongan antimikroba non antibiotik. Mekanisme kerja benzoil peroksida dapat diuraikan oleh sistem pada kulit sehingga dapat membebaskan radikal bebas oksigen yang akan mengoksida protein bakteri. Obat ini dapat memberikan efek bakterisidal dengan menghasilkan radikal bebas yang mengoksidasi protein dalam membran sel bakteri, sehingga dapat mengurangi P.acnes. Obat ini juga bersifat keratolitik karena kemampuannya mengurangi hiperkeratosis folikel.
Benzoil peroksida dapat digunakan dengan mengoles lapisan tipis pada seluruh daerah yang berjerawat sebanyak 1-2 kali sehari sampai terdapat pengelupasan ringan.
Untuk meminimalkan iritasi, benzoil peroksida tidak boleh digunakan selama 15-20 menit setelah mencuci daerah yang terkena dengan pembersih ringan.
Peringatan dan kontraindikasi :
Asam salisilat 0.5 – 2%
Obat ini bekerja sebagai agen komedolitik dan keratolitik ringan. Namun, obat ini dianggap kurang efektif dibandingkan benzoil peroksida. Asam salisilat biasanya ditambahkan pada banyak pembersih wajah dan sabun tubuh.
Peringatan dan kontraindikasi :
Sulfur presipitat 3-10%
Obat ini biasanya ditambahkan ke dalam produk jerawat sebagai keratolitik dan antibakterial pada konsentrasi 3-10%. Produk yang mengandung sulfur diaplikasikan berupa lapisan tipis ke daerah yang terkena sebanyak satu hingga tiga kali sehari. Dengan penggunaan kontinue, produk ini memberikan efek komedogenik.
Resorsinol 2-3%
Produk ini dapat dikombinasikan dengan sulfur untuk meningkatkan efek sulfur. Kombinasi kedua produk ini berfungsi sebagai keratolitik, membantu perkembangan pergantian sel dan deskuamasi. Resorsinol dapat menimbulkan sisik yang reversibel dan berwarna coklat gelap pada beberapa individu yang berkulit gelap.
Asam alfa-hidroksi
Produk ini dapat digunakan sebagai pengelupas kulit alami, biasanya terdapat pada tebu, produk susu dan buah-buahan. Produk ini tersedia dalam berbagai formulasi obat tanpa resep pada konsentrasi 4% hingga 10%.
Terapi jerawat dengan resep.
Seseorang yang mengalami jerawat yang berhubungan dengan fluktuasi atau peningkatan hormon androgen, dapat merasakan manfaat dari penggunakan terapi resep yaitu dengan terapi hormonal sistemik seperti kontrasepsi oral. Jika terdapat infeksi P.acnes, maka penderita juga dapat diberikan terapi resep antibiotik topikal seperti klindamisin. Tentunya, penderita harus konsultasi ke dokter terkait penggunaan obat jerawat menggunakan resep antibiotik dan hormonal.
Terapi non farmakologi jerawat yaitu mencuci wajah secara tepat, tidak memencet jerawat, hindari stress, memperbaiki pola makan dan gaya hidup. Berikut informasi terkait terapi non farmakologi untuk swamedikasi jerawat sebagai berikut :
Beberapa tips untuk mencegah terjadinya jerawat antara lain :
Menghindari peningkatan jumlah sebum dan perubahan isi sebum dengan cara :
Menghindari faktor pemicu terjadinya acne seperti hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga sesuai kondisi tubuh dan penggunaan kosmetika secukupnya ( bersihkan kuas kosmetika secara teratur dengan air sabun dan membuang alat make up yang sudah lama dan hindari bahan kosmetika yang berminyak, tabir surya, produk pembentuk rambut atau penutup jerawat).
Pentingnya menggunakan tabir surya yang bertujuan melindungi kulit dari sinar matahari juga penting untuk mencegah timbulnya noda hitam lain selain bekas jerawat.Menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalkan minuman keras, rokok,polusi debu,lingkungan yang tidak sehat dan sebagainya
Hindari penusukan, pemencetan lesi, mencongkel dan sebagainya karena dapat menyebabkan infeksi, menimbulkan bekas, memperparah acne dan bahkan membuat kesembuhan lebih lama.
Perbaikan kondisi dinilai dari penurunan baik jumlah maupun keparahan lesi. Jika perbaikan tampak jelas, maka dapat dilakukan tindak lanjut bulanan untuk melakukan penyesuaian dosis yang diperlukan pada terapi pemeliharan. Jika jerawat pada pasien tidak menunjukkan perbaikan setelah 6 minggu swamedikasi, maka harus berkonsultasi ke dokter medis atau dokter kulit. Selama pengobatan, penderita harus disiplin untuk melaksanakan regimen pengobatan yang ditentukan. Kriteria penderita jerawat yang harus dirujuk ke dokter adalah sebagai berikut :